Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Iyas bin Mu’awiyah al-Muzanni diangkat menjadi Qadhi (hakim) di Bashrah. Beliau terkenal sebagai hakim yang cerdas.
Alkisah tersebarlah berita tentang kecerdasan Iyas, sehingga orang-orang berdatangan kepadanya dari berbagai penjuru untuk bertanya tentang ilmu dan agama. Sebagian iingin belajar, sebagian lagi ada yang ingin menguji dan ada pula yang hendak berdebat kusir.
Diantara mereka ada Duhqan (seperti jabatan lurah di kalangan Persia dahulu) yang datang ke majelisnya dan bertanya:
Duhqan: “Wahai Abu Wa’ilah, bagaimana pendapatmu tentang minuman yang memabukkan?”
Iyas: “Haram!”
Duhqan: “Dari sisi mana dikatakan haram, sedangkan ia tak lebih dari buah dan air yang diolah, sedangkan keduanya sama-sama halal.”
Iyas: ”Apakah engkau sudah selesai bicara, wahai Duhqan, ataukah masih ada yang hendak kau utarakan?”
Duhqan: ” Sudah, silahkan bicara!”
Iyas: ”Seandainya kuambil air dan kusiramkan ke mukamu, apakah engkau merasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Jika kuambil segenggam pasir lalu kulempar kepadamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Jika aku mengambil segenggam semen dan kulemparkan kepadamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Sekarang, jika kuambil pasir, lalu kucampur dengan segenggam semen, lalu aku tuangkan air diatasnya dan kuaduk, lalu kujemur hingga kering, lalu kupukulkan ke kepalamu, apakah engkau merasa sakit?”
Duhqan: ”Benar, bahkan bisa membunuhku!”
Iyas: ”Begitulah halnya dengan khamr. Disaat kau kumpulkan bagian-bagiannya lalu kau olah menjadi minuman yang memabukkan, maka dia menjadi haram.”
Sumber: Mereka adalah Tabi’in, oleh: Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, hal. 70-71
Alkisah tersebarlah berita tentang kecerdasan Iyas, sehingga orang-orang berdatangan kepadanya dari berbagai penjuru untuk bertanya tentang ilmu dan agama. Sebagian iingin belajar, sebagian lagi ada yang ingin menguji dan ada pula yang hendak berdebat kusir.
Diantara mereka ada Duhqan (seperti jabatan lurah di kalangan Persia dahulu) yang datang ke majelisnya dan bertanya:
Duhqan: “Wahai Abu Wa’ilah, bagaimana pendapatmu tentang minuman yang memabukkan?”
Iyas: “Haram!”
Duhqan: “Dari sisi mana dikatakan haram, sedangkan ia tak lebih dari buah dan air yang diolah, sedangkan keduanya sama-sama halal.”
Iyas: ”Apakah engkau sudah selesai bicara, wahai Duhqan, ataukah masih ada yang hendak kau utarakan?”
Duhqan: ” Sudah, silahkan bicara!”
Iyas: ”Seandainya kuambil air dan kusiramkan ke mukamu, apakah engkau merasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Jika kuambil segenggam pasir lalu kulempar kepadamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Jika aku mengambil segenggam semen dan kulemparkan kepadamu, apakah terasa sakit?”
Duhqan: ”Tidak!”
Iyas: ”Sekarang, jika kuambil pasir, lalu kucampur dengan segenggam semen, lalu aku tuangkan air diatasnya dan kuaduk, lalu kujemur hingga kering, lalu kupukulkan ke kepalamu, apakah engkau merasa sakit?”
Duhqan: ”Benar, bahkan bisa membunuhku!”
Iyas: ”Begitulah halnya dengan khamr. Disaat kau kumpulkan bagian-bagiannya lalu kau olah menjadi minuman yang memabukkan, maka dia menjadi haram.”
Sumber: Mereka adalah Tabi’in, oleh: Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, hal. 70-71
Silahkan Gunakan Facebook Comment, Jika Anda Tidak Memiliki Url Blog!
1 komentar:
tes.....
Posting Komentar